Ghazwul Fikri
Ghazwul
fikri berasal dari kata ghazw dan al-fikr, yang secara harfiah dapat
diartikan “Perang Pemikiran”. Yang
dimaksud ialah upaya-upaya gencar pihak musuh-musuh Allah SWT. Untuk meracuni
pikiran umat Islam agar umat Islam jauh dari Islam, lalu akhirnya membenci
Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya.
Upaya ini telah berlangsung sejak lama dan terus berlanjut hingga kini.
Ghazwul Fikri dimulai ketika kaum salib
dikalahkan dalam sembilan kali peperangan besar. Kemenangan kaum muslimin
tersebut sangat spektakuler, sebab pasukan muslim yang diterjunkan dalam
pertempuran berjumlah sedikit. Pasukan Khalid bin Walid, misalnya pernah
berperang dengan jumlah tentara 3000 personil, sedangkan pasukan Romawi yang
dihadapi berjumlah 100.000 personil, hampir 1 berbanding 35. Allah SWT.
Memenangkan kaum muslimin dalam pertempuran tersebut. Kekalahan demi kekalahan
itu akhirnya menyebabkan kaum salib menciptakan taktik baru. Di bawah pimpinan
Raja Louis XI, taktik baru tersebut dilancarkan. Caranya bukan lagi berupa
penyerangan fisik, tetapi musuh-musuh Allah SWT. itu mengirimkan putera-putera
terbaik mereka ke kota Makkah untuk mempelajari Islam. Niat atau motivasi
mereka tentu bukan untuk mengamalkan, melainkan untuk menghancurkan. Pembelajaran
dengan niat jahat itu ternyata berhasil. Tafsir dikuasai, hadist dimengerti,
khazanah ilmu Islam digali. Setelah sampai ke tahap dan tingkat ahli, para
pembelajar Islam dari kaum Salib ini kembali ke Eropa, lalu membentuk semacam
Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) untuk mengetahui
kelemahan umat Islam agar dapat mereka kuasai.
Kesungguhan
mereka dalam mempelajari Islam tersebut memang luar biasa. Sampai dalam sejarah
diungkapkan kisah seorang pembelajar Islam dari kaum salib yang rela
meninggalkan anak istrinya hanya untuk berkeliling ke negeri-negeri Islam itu.
Di antara pernyataan mereka ialah; “Percuma kita berperang melawan umat Islam selama
mereka berpegang teguh pada agama mereka. Jika komitmen mereka terhadap agama
mereka kuat, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu, tugas kita
sebetulnya adalah menjauhkan umat Islam dari agama mereka, barulah kita mudah
mengalahkan mereka.” Gleed Stones, mantan perdana menteri Inggris, juga
mengatakan hal yang sama; “Percuma memerangi umat Islam, kita tidak akan mampu
menguasai mereka selama di dada pemuda-pemuda Islam al-Qur’an masih bergelora.
Tugas kita kini adalah mencabut al-Qur’an dari hati mereka dan menguasai
mereka.”
Dalam
konteks ini, al-Qur’an mengatakan, artinya, “Sesungguhnya setan bagi kamu merupakan musuh, maka perlakukanlah ia
sebagai musuh. Sesungguhnya setan itu mengajak hizb (golongan) nya agar mereka
menjadi penghuni neraka.” (QS. Faathir: 6).
Setan
yang merupakan musuh umat Islam itu, menurut ayat 112 surat al-An’aam bukan
hanya dari kalangan jin dan iblis saja, tetapi juga dari kalangan manusia.
Setan-setan manusia itu dahulu menghina dan memojokkan serta melecehkan Islam
melalui lisan mereka dengan cara sederhana tanpa dukungan hasil teknologi
canggih. Tetapi kini, penghinaan dan pelecehan itu dilakukan dengan pers yang mempergunakan
sarana modern dan super canggih. Di sisi lain, musuh-musuh Islam berupa setan
manusia itu hebat dan licik. Struktur-struktur dan lembaga-lembaga Internasional,
baik politik, maupun ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, militer dan
bidang-bidang penting lainnya hampir seluruhnya berada dalam genggaman mereka.
Makanya perputaran roda organisasi dan lembaga-lembaga dunia tersebut dapat
mereka kendalikan secara sangat sistematis dan akurat tanpa disadari oleh
mayoritas umat Islam, yang sebagiannya masih sangat awam dan belum tersentuh
oleh dakwah. Dalam bidang komunikasi, khususnya pers, misalnya, hampir seluruh
sumber berita berada dalam tangan mereka, baik yang berskala internasional
maupun nasional.
Maka
tak dapat dibantah bahwa media massa yang didominasi atau dikuasai oleh
kalangan yang anti Islam sebagai ancaman bagi kepentingan politik dan ekonomi
mereka, misi yang mereka emban tentu merugikan dan memojokkan Islam. Misalnya
berupaya agar masyarakat dunia (terutama kalangan elitnya) membenci Islam dan
menjauhinya, serta menanamkan keraguan dalam dada kaum muslimin akan kebenaran
dan urgensi Islam di dalam hidup.
Keadaan
ini diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa kalangan umat Islam, penguasaan
terhadap ilmu komunikasi dan jurnalistik hingga saat ini masih jauh dari
memadai. Ulama dan orang-orang yang betul-betul paham akan Islam secara benar
dan kaffah, pada umumnya jarang yang menjadi jurnalis atau penulis. Apa lagi
menerbitkan koran atau majalah yang benar-benar membawa misi dakwah dan
perjuangan Islam. Sebaliknya wartawan dan penulis yang beragama Islam, termasuk
yang berkaliber internasional yang mempunyai semangat sekali pun, banyak yang
belum atau tidak memahami Islam secara benar dan kaffah (totalitas). Artinya,
upaya umat Islam mengcounter serangan musuh-musuh Allah SWT. itu nyaris tak
ada.
Di
sisi lain, pers yang diterbitkan orang Islam banyak yang tidak memperjuangkan
dan membela Islam, bahkan terkadang menurunkan berita yang memojokkan Islam.
Sebab masih tergantung kepada kantor-kantor berita barat/kafir, yang memang
selalu memburu berita yang sifatnya merugikan Islam. Padahal berita dari mereka
menurut cara yang islami, harus terlebih dahulu ditabayyun (diseleksi), kalau
tidak, bisa berbahaya bagi umat Islam. Namun untuk melakukan tabayyun,
diperlukan pemahaman Islam yang benar dan universal serta penguasaan
jurnalistik yang akurat dengan peralatan canggih. Sementara terhadap kedua hal
ini para penulis Muslim belum betul-betul menguasainya secara baik. Ini salah
satu di antara kelemahan-kelemahan dan keterbelakangan kita umat Islam.
Al-Qur’an
memberitahukan bahwa Nabi Sulaiman AS. pernah mendakwahi ratu Saba melalui
tulisan (berupa sepucuk surat khusus), yang akhirnya ternyata berhasil gemilang
dengan masuk Islamnya sang ratu. Kalau korespondensi dakwah sederhana antara
Nabi Sulaiman AS. dengan ratu Saba ini boleh dikatakan termasuk bagian dari
pers secara sederhana, maka pers dalam arti yang sempit berarti telah eksis
pada zaman Nabi-nabi dahulu. Bukan hanya Nabi Sulaiman AS., Nabi Muhammad SAW.
pun dalam mendakwahkan Islam kepada raja-raja dan para penguasa suatu negeri
pada zamannya, di antaranya mempergunakan tulisan berupa surat yang sederhana,
tanpa dukungan hasil teknologi canggih seperti yang dikenal dunia pers kini.
Dalam
dunia modern kini, pers ternyata menempati posisi sangat penting, antara lain,
dapat membentuk opini umat. Bahkan sering dikatakan bahwa siapa menguasai pers,
berarti dapat menguasai dunia. Kalau yang menguasai pers itu orang mukmin, yang
benar-benar paham akan dakwah dan memang merupakan Da’i (dalam arti luas), maka
pers yang diterbitkannya tentu tidak akan menurunkan tulisan-tulisan yang
merugikan Islam, memojokkan kaum Muslim atau menyakiti umat Nabi Muhammad SAW.
Tetapi kenyataan membuktikan, di dunia ini, tak sedikit pers yang menurunkan
aneka bentuk tulisan yang substansi isinya bukan hanya memojokkan Islam dan
menyakiti hati kaum mu’min serta melecehkan al-Qur’an, tetapi lebih lagi dari
semua itu. Dan keadaan bisa bertambah buruk lagi, kalau para pemimpin umat
Islam bukannya memihak Islam, tetapi justru memihak dan membela musuh-musuh
Allah SWT. Na’uzu billaah min dzaalik!
Dahulu,
para penjajah menyerang kaum Muslimin dengan senjata bom, meriam dan peluru,
serangan itu hingga kini sebetulnya masih tetap berlangsung. Hanya saja kini
yang dijadikan sasaran bukan lagi jasmani, tetapi aqidah umat Islam. Salah satu
tujuannya ialah bagaimana agar fikrah (ideologi) atau aqidah umat Islam rusak.
Tujuan paling akhir ialah bagaimana agar Islam dan umat Islam berhasil dihabisi
riwayatnya dari bumi Allah SWT. ini. Serangan inilah yang disebut ghazwul fikr. Dan senjata yang
dipergunakan bukan lagi bom atau peluru tetapi surat kabar, majalah, radio,
televisi dan media-media massa lainnya, baik cetak maupun yang super canggih.
Untuk mengantisipasi atau mengimbangi serbuan ghazwul fikr (perang ideologi) itu, umat Islam antara lain harus
mempunyai pers yang tangguh, yang dikelola oleh para Ulama dan jurnalis Muslim
yang betul-betul paham Islam secara benar; dengan peralatan dan sarana
teknologi yang memadai dan mampu menampilkan tulisan dan berita yang benar
serta baik secara menarik dan bijaksana.
Tulisan-tulisan
yang diturunkan atau diproduksinya tentu harus menarik dan akurat bermisi
Islam, agar dapat memberikan pemahaman tentang al-Islam yang benar kepada
pembacanya, dan sekaligus diharapkan dapat meredam dan mengantisipasi serbuan
pers sekuler, terutama yang tak henti-hentinya menyerang Islam dengan berbagai
cara.
Satu
hal lagi yang tidak boleh dilupakan adalah, munculnya musuh-musuh Islam dari
dalam tubuh umat Islam sendiri tanpa kita sadari. Misalnya adanya tokoh Islam
yang diberi predikat Kiyai Haji atau Profesor doktor, yang konotasinya pembela
Islam, sehingga dikira umat Islam memang pembela Islam, padahal sebaliknya,
termasuk dalam hal ini Jaringan Islam Liberal (JIL). Sebetulnya, ini merupakan
cerita lama, sebab zaman Nabi-nabi dahulu, selalu ada saja manusia-manusia yang
mengaku Muslim, tetapi pada hakikatnya merongrong atau merusak bahkan
menghancurkan Islam dari dalam. Kadang-kadang menimbulkan perpecahan di
kalangan umat muslimin. Sebagian mereka mengaku beragama Islam, namun takut
(phobi) kalau Islam berkembang dan eksis di muka bumi Allah SWT. yang fana ini.
Kalau mereka menerbitkan buku, koran, majalah, tabloid, dan sejenisnya, mereka
takut menulis tentang Islam. Kalau pun toh menulis juga, isinya tentu dipoles,
direkayasa sedemikian rupa, sehingga tidak mengungkapkan kenyataan yang harus
diungkapkan, dan menyampaikan apa-apa yang seharusnya disampaikan. Naudzu billaah min dzaalik! Mereka
laksana musuh dala selimut, mengunting dalam lipatan.
Mudah-mudahan
Allah SWT. memberi kita kemampuan untuk menyeleksi bahan bacaan serta memilih
media informasi yang kita dengar dan saksikan setiap hari. Dan yang tak kalah
penting, semoga Allah SWT. menjadikan hati kita cinta terhadap Islam dan selalu
mendakwahkan dan memperjuangkannya, sampai akhirnya Dia memanggil kita ke
sisiNya selama-lamanya. Amin ya Rabbal
‘alamin.
By: Rozza Maisyara (431006082)
No comments:
Post a Comment